Hari ini aku berkunjung ke Istana Siak bersama teman-temanku. Di antara mereka, ada seorang teman yang unik. Ketika aku dan yang lainnya sibuk berfoto-foto, ia justru masih merenung di spot yang tadi. Kami begitu cepat berpindah-pindah tempat, melihat yang satu lalu beralih ke yang lain. Tapi dia tidak. Cukup lama ia berpindah tempat, seolah sedang mencoba memahami apa yang sedang dilihatnya. 'Melihat tak sekedar Melihat', barangkali semboyan itulah yang cocok untuknya.
Ketika ku tanya; "Apa yang sedang kamu fikirkan?" Ia menjawab; "Aku berusaha memahami." Aku mengernyitkan dahi. Bingung dengan temanku yang satu ini. Lalu ketika kami hampir pulang, ia memanggilku untuk ikut memandang figura usang di depannya. "Lihatlah! Ini adalah angkatan perang kita, tapi mereka tak ber-sepatu. Padahal mereka akan berperang. Lalu lihatlah kita saat ini! Kita bersepatu atau minimal bersandal. Tapi, dalam hal menghargai kemerdekaan, kita belum ada apa-apanya dibanding mereka. Ah, malu sekali rasanya!" gumamnya. Aku tertegun. Malu.
Ketika ku tanya; "Apa yang sedang kamu fikirkan?" Ia menjawab; "Aku berusaha memahami." Aku mengernyitkan dahi. Bingung dengan temanku yang satu ini. Lalu ketika kami hampir pulang, ia memanggilku untuk ikut memandang figura usang di depannya. "Lihatlah! Ini adalah angkatan perang kita, tapi mereka tak ber-sepatu. Padahal mereka akan berperang. Lalu lihatlah kita saat ini! Kita bersepatu atau minimal bersandal. Tapi, dalam hal menghargai kemerdekaan, kita belum ada apa-apanya dibanding mereka. Ah, malu sekali rasanya!" gumamnya. Aku tertegun. Malu.